Syair pada masa Arab jahiliyah mempunyai tempat yang tinggi. Dengan syair orang arab biasanya menyampaikan ide-idenya. Dan syair pada masa Arab Jahili yang pernah dibuat sebagai mata pencaharian yang menguntungkan sampai mendapatkan kekayaan yang berlimpah.
Syair diciptakan dengan kata-kata, dan bukan dengan ide-ide. Tetapi jika kita perhatikan, kata-kata juga keluar tanpa ide. Maka tidak semua syair arab hanya sebatas permainan kata-kata, tetapi juga merupakan sebagai penyampaian ide-ide.
Syair arab dalam perkembangannya bisa dibagi atas beberapa perodisasi. Pertama masa jahiliyah ditandai dengan kehadiran kelompok penyair al Muhalhil (awal abad ke – 6), Ashab Al-Mualaqat seangkatan penyair Umr Al-Qais dan Qis bin Sa'adah. Kedua pada masa permulaan Islam dan daulah Umayah (622 – 759). Ini ditandai dengan kehadiran rombongan penyair Ka-Ab bin Zuhair, kemudian juga penyair gazal (canda), lalu rombongan penyair politik Al-Akhtahal (640 – 710), berikutnya penyair badii rombongan penyair Zi'I Rimmah dan yang lainnya.
Kemudian peride ketiga massa daulat abbasiyah (750 – 1258),ditandai dengan hadirnya penyair baru serombongan dengan Basyar bi Burd, Sa'ir Al Syu'ara, Ibnu Hani, Al-Jahizh. Al-Hamdzaniy dan lainnya. Periode keempat, yaitu periode kemunduran (1268 – 1798), lalu kelima periode kebangkitan pada abad ke 19 sampai paruh pertama abad ke 20. Di zaman ini bisa dicatat sejumlah nama misalnya, Naqula Al-Turq, Ismail Shabariy, Rifa'at Al-Thatawiy, Muhammad Timur dan yang lainnya.
Periode keenam, yaitu zaman kontemporer yang penuh dengan media cetak dan elektronik. Di jaman inilah muncul nama Najib Magfuzh, satu-satunya sastrawan arab yang pernah meraih hadiah Nobel Sastra pada tahun 1988. bersama dia juga muncul nama Prof. Nawel Al Sa'adawih. Sastrawan wanita asal mesir, yang karya-karyanya dikenal luas di Indonesia.
Dalam makalah yang singkat ini, penulis akan berusaha mengungkapkan Tentang Pengertia Syair, Perkembangan Syair pada masa pertama atau masa Jahiliyah dan disebut juga masa Syair Arab Klasik, dan bagaimana proses pengkodifikasiannya.
B. Pengertian Syair
Menurut Ibn khaldun dalam kitabnya yaitu Muqaddimah, Syair adalah pembicaraan yang fasih, baligh, yang didasarkan kepada metapora dan deskripsi-deskripsi; yang terbagi kepada pola-pola, bagian-bagian, yang lekat dengan matra, wazn dan ritma, serta setiap bagiannya independent didalam tujuan dan maksudnya dibandingkan dengan yang datang sebelum dan sesudahnya; dan yang menggunakan metode-metode yang secara khusus dipakai orang Arab.
Untuk menciptakan syair seorang penyair harus memiliki dan mengembangkan syarat-syarat sebagai berikut:
- Seorang penyair harus memiliki pengetahuan yang sempurna tentang jenis-jenisnya (jenis syair orang Arab).
- Seorang penyair harus banyak praktek membuat nadhoman-nadhoman sendiri. Sehingga keahlian membuat nadhoman akan benar-benar berurat berakar dan mendarah daging pada dirinya.
- Seorang penyair membutuhkan tempat yang nyaman.
- Si penyair harus tenang dan penuh gairah kerja.
- Si penyair hendaknya membangun bait syairnya atas ritma yang sudah tersedia dalam pikirannya.
- Sang penyair perlu merevisinya secara hati-hati, dan penuh sikap kritis.
Penyair hendaknya hanya mempergunakan susunan kata-kata yang paling lancar yang dituang dalam suatu bahasa yang bebas dari perubahan I'rab kalimat, atau bangunannya, demi kepentingan syair.
Penyair hendaknya berusaha keras menjauhi susunan kata-kata yang pelik, tetapi sepatutnya memcoba hanya menggunakan kata-kata yang dimengerti.
C. Perkembangan Syair Arab Klasik
Syair Jahiliyah atau syair Arab Klasik yaitu syair-syair yang berkembang sebelum Islam. Sebagaimana telah disebutkan diatas, bahwa syair jahiliyah berkembang pesat sekitar abad ke 6 M. dan perlu kita ketahui bahwa syair adalah arsif, diwan orang-orang Arab, yang berisi ilmu, sejarah,dan hikmah mereka. Para pemuka Arab menganggap bahwa membuat syair adalah kebajikan, maka mereka berlomba-lomba dalam kebajikan ini. Mereka berhenti dipasar-pasar 'ukadz untuk membacakan syai rmasing-masing menyampaikan karyanya berupa kritik terhadap orang-orang yang terkenal dan pandai.
Para penyair Arab jahiliah berlomba-lomba menggantungkan syair mereka pada pojok-pojok al-Bait al-haram, tempat mereka melakukan ibadah haji dan rumah Ibrahim, Ka'bah, sebagaimana dilakukan oleh Amru al-Qays bin Hujr, an-Nabighah adz-Dzibyani, Zuhair bin Abi Sulma, Antarah bin Syaddad, Tharafah bin al-'Abd, 'Alaqamah bin 'Abadah, al-A'sya, dan lain-lain dari kelompok mu'alaqat yang tujuh. Hanya orang yang perpengaruh di kalangan masyarakat, dan orang yang mempunyai kedudukan yang baik, yang mampu menggantungkan syairnya dipojok-pojok Ka'bah. Salah satu alasan disebutnya dengan mu'allaqat.
Dari segi kemashuran dan banyaknya mengeluarkan syair, penyair jahiliyah dapat dikatagorikan menjadi tiga tingkatan yaitu:
a) Tingkat pertama – Umruul Qoes, Zuher inb Sulmi dan An-Nabigohah Adz-Dzibyan. Ketiga penyair ini merupakan penyair ternama pada masa itu, dan merupakan tokoh penyair jahiliyah yang mempunyai julukan "kepala para penyair jahiliyah".
b) Tingkat Kedua – A'Sya Qoes, Lubed bi Robi'ah dan Thorpah bin Abdi. Para penyair tingkatan ini termasuk penyair yang banyak hartanya, dan kekayaannya dihasilkan dari menjual syair-syairnya kepada raja atau penguasa pada waktu itu. Para penyair ini sekali melantunkan syairnya dihargai sampai dengan sepuluh ribu dinar.
c) tingkatan ketiga – Antarah Al-Abasyi, Urwah bin Wurud, Dured bin Simah, dan lain-lain. Pada periode ini satu sama lain saling mengungguli.
Ditinjau dari jenis atau bentuknya syair jahiliyah terdiri dari :
d) Syair Gojal, yaitu syair tentang percintaan
e) Syair Madh, yaitu syair tentang pujian kepada seseorang. Syair ini biasanya dipakai oleh para penyair jahiliyah untuk memuji para raja atau penguasa pada masa itu untuk mendapatkan pemberian dari penguasa pada waktu itu.
f) Syair Fahru, yaitu penyombongan diri.
g) Syair Rosya, yaitu syair ratapan (berduka cita)
h) Syair Hija', yaitu syair tentang ejekan, sindiran atau celaan.
i) Syair I'tidzar, yaitu syair tentang permohonan maaf
j) Syair Al-Waspu, yaitu menyipati sesuatu dengan kejadian yang sedang terjadi
k) Syair Hikmah dan Misal, syair ini jarang sekali kita temukan, karena sedikitnya sehingga diumpamakn seperti garam dalam makanan, dan yang paling banyak mengeluarkan syair ini adalah Zuher inb Sulmi dan An-Nabigohah Adz-Dzibyan.
D. Kodifikasi Syair Jahiliyah
Pada abad ke 19 sampai dengan abad 20 muncul Pembahasan tentang otentik atau tidaknya pembukuan syair jahiliyah. Para fakar sangat mengutamakan urusan-urusan otentik atau tidaknya pembukuan syair jahiliyah, karena masalah ini sangat penting untuk menelusuri pengkodifikasia ilmu-ilmu islam seluruhnya.
Dalam stadi nash arab, syair arab klasik dikodifikasikan setelah Islam, melalui tiga tahapan :
- memberi batasan syair arab jahiliyah.
- Mengumpulkan Syair-syair baik yang tertulis ataupun hanya sebatas hapalan saja.
- Proses pembukuan oleh para ahli bahasa.
Pada tahap kedua, kemungkinan besar dimulai pada awal periode pemerintahan bani Umayah. Pada kurun itu kita menemukan Ubed bin Surbah yang mengarang kitab Ahbar al-Yamn wa Asy'Aruha wa Ansaabuha, Ziad bin Ubeh mengarang kitab Al-Masalib, Yazid bin Mufarrig Al-Hasiri yang mengarang kitab Siroh tatabi'u wa As-Aruha.
Pada setiap tahapan, periwayatannya menggunakan lisan sampai pada pengkodifikasian sehingga satu sama lainnya saling menyempurnakan. Kita megenal metode periwayatan Ilmu Hadits yang diberinama musthalahul hadits. Begitupula dengan Syair jahiliyah dalam metode periwayatannya sama seperti periwayatan ilmu hadits. Yaitu sebagai berikut :
- Seorang yang meriwayatkan syair sampai kepadanya dengan bentuk tulisan, atau membukukannya sendiri. Dan Terkadang syair itu dihafalnya secara sempurna dalam ingatannya.
- Seorang perawi syair harus orang yang bisa dipercaya (jujur).
- Dalam pengkodifikasi hadits diperkuat oleh sanad yang sampai kepada sumbernya, dan syair dilihat dari silsilah isnadnya. Dalam silsilsh isnad disebutkan perowi kasidah.
Dan adapun perbedaan antara kodifikasi hadits yang diperkuat oleh isnad, sedangkan dalam syair tidak adanya isnad, itu dikembalikan kepada pembaca karena syair jahiliyah lebih tua daripada hadits Nabi.
Dalam hal otentik dan tidaknya pengkodifikasian syair jahiliyah. Para pakar berbeda pendapat diantaranya:
Theodor Noldeke, W. Ahlaward berpendapat, bahwa tidak mungkin syair jahiliyah yang dikodifikasikan itu sesuai dengan aslinya, yaitu sesuai dengan yang ducapkan penyair jahiliyah, karena rentang waktu yang sangat jauh atara proses pengkodifikasian yang dimulai masa pemerintahan bani umayah dengan masa jahiliyah. Dari rentang waktu tersebut kemungkinan besar akan diriwayatkan oleh beberapa orang atau banyak orang, sehingga bisa bermuara pada beberapa penyair jahiliyah. Hal itu akan mengakibatkan sulitnya mencari siapa yang sebenarnya yang membuat syair tersebut.
Sebagian pakar berpendapat, bahwa kodifikasi syair Arab jahiliyah adalah otentik. Karena metode pentadwinannya sama dengan kodifikasi hadits.
E. Penutup
Dari uraian diatas, kiranya dapat diambil konklusi :
- Syair arab jahiliyah adalah syair yang berkembang sebelum Islam sekitar abad ke 6 M.
- Syair Jahiliyah dikodifikasikan pada masa pemerintahan bani umayah.
- Para pakar berbeda pendapat masalah pengkodifikasian syair jahiliyah, sebaian pakar berpendapat bahwa pengkodifikasian syair jahiliyah adalah otentik dan sebagian lagi tidak, dikarenakna jauhnya rentan waktu antara proses pengkodifikasian dengan masa jahiliyah.
- Dalam proses pengkodifikasian syair, itu melaui tiga tahap yaitu melalui memberi batasan, mengumpulkan syair-syair baik yang tertulis ataupun hapalan, dan pembukuan oleh pada ahli bahasa.
- Hubungan syair jahiliyah terhadap pilsafat ilmu adalah sama seperti hubungan bahasa terhadap pilsafat ilmu, yaitu sebagai alat transper pemikiran manusia yang mengakibatkan tumbuh berkembangnya ilmu pengetahuan.
- Hubungan syair jahiliyah dengan filsafat islam adalah sebagai alat untuk memahami Quran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar