Sabtu, 15 Oktober 2011

Menegaskan pujian dengan kata-kata yang menyerupai celaan dan sebaliknya

a.       memperkuat pujian dengan kalimat yang menyerupai celaan itu ada dua macam:
1.      mengecualikan sifat pujian dari sifat celaan yang dinafikan.
2.      menetapkan sifat pujian bagi sesuatu, setelah itu mendatangkan huruf ististna, diikuti sifat pujian yang lain.
b.      memperkuat celaan dengan kalimat yang menyerupai pujian itu ada dua macam pula:

1.      mengecualikan sifat celaan dari sifat pujian yang dinafikan
2.      menetapkan sifat celaan atas sesuatu, lalu mendatangkan huruf ististna’, diikuti sifat celaan yang lain.
Contoh:
Ibnu Rumi berkata:

لَيسَ بِهِ عَيبٌ سِوَى أَنَّهُ # لاَ تَقَعُ العَينُ عَلَى شِبهِهِ
 
Tidak ada cacat padanya selain bahwasanya mata tidak akan melihat orang yang serupa dia.
Penjelasan:
Ibnu Rumi mengawali pembicaraannya dengan meniadakan kecacatan dari orang yang dipujinya, lalu ia datangkan huruf istisna yaitu siwaa sehingga sedikit memberi kesan pada pendengar bahwa ada kecacatan pada orang yang dipuji itu. Ibnu Rumi akan berani menjelaskannya, dan pendengarpun kan memahami bahwa kata-kata setelah huruf istisna itu sifat pujian, namun mereka terkecoh dengan uslub tersebut pendengar pun akan tahu bahwa Ibnu Rumi telah mengelabuinya. Jadi, ia tidak menyebutkan kecacatan, melainkan justru menguatkan pujiannya dengan kalimat yang memberi kesan mencela. Demikian juga halnya dengan contoh kedua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar